Selasa, 12 Januari 2010

FUNGSI PERAWATSPESIALIS AGAR TERHINDAR DARI MASALAH ETIK MAUPUN HUKUM

Perawat merupakan salah satu profesi yang saling berhubungan dam berinteraksi langsung dengan klien, baik klien itu sebagai individu, keluarga maupun masyarakat. Oleh karena itu perawat memberi asuhan keperawatannya dituntun memahami dan berprilaku dengan etik keperawatan. Agar seorang perawat dapat bertanggung jawab dan bertanggunggugat maka ia harus memegang teguh nilai-nilai yang mendasari praktikkeperawatan itu sendiri, yaitu :
• perawat membantu klienuntuk mencapaikan tingkat kesehatan yang optimum:
• perawat membantu meningkatan autonomi klien mengeskpreikan kebutuhannya:
• perawat mendukung martabat kemanusiaan dab berlaku sebagai advokat bagi kliennya: perawat menjaga kerahasian klien: berorientasi akuntabilitas perawat:
• perawat bekerja dalam lingkungan yang kompeten, etik, dan aman (CAN, 2001)
Evolusi perkembangan sistem pelayanan kesehatan telah mengubah peran dan tanggungjawab perawat secara signifikan. Dalam perkembangan lebih lanjut, perawat dituntut untuk bertanggungjawab memberikan praktik keperawatan yang aman dan efektif serta bekerja dalam lingkungan yang memiliki standar klinik yang tinggi (Mahlmeister, 1999). Standar klinik akan memberikan pedoman dan petunjuk bagi perawat agar mereka tidak melakukan malpraktik dan menghindarkan klien dari dampak yang buruk. Berdasarkan kondisi tersebut muncul suatu pertanyaan, bagaimanakah seharusnya seorang perawat spesialis harus menjalankan fungsinya sehingga terhindar dari masalah etik maupun hukum?
Menurut penulis, pertanyaan di atas memiliki implikasi terhadap pengambilan keputusan secara etik. Karena dalam menjalankan fungsinya perawat spesialis selalu menggunakan kemampuan interpersonal dan komunikasinya untuk berinteraksi dengan rekan sejawat, profesi kesehatan lainnya, dan klien. Oleh karena itu, kadangkala terjadi konflik etik pada dirinya yang memerlukan pemecahan secara etik pula. Menurut Canadian Nurse Association (2001) model pengambilan keputusan secara etik akan memungkinkan bagi perawat untuk membuat sebuah keputusan yang adil dan terbaik sehingga perawat akan memiliki kepercayaan diri dalam bertindak dan menguatkan interaksi perawat dengan pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lainnya.
Spesialis perawat sebagai profesional ahli hendaknya dalam melakukan praktik perawatan selalu berorientasi pada akuntabilitas (tanggunggugat), liabilitas (tanggungjawab), dan outcome pasien yang lebih baik. Akuntabilitas diartikan sebagai suatu keadaan yang dapat dipertanggungjawabkan atau dijelaskan. Perawat sebagai salah satu profesi kesehatan hendaknya dapat memberikan penjelasan kepada pasien, anggota tim kerja lainnya, organisasi profesi, dan atau lembaga yuridis ketika kualitas praktik keperawatan dipertanyakan atau terdapat dugaan adanya tindakan yang tidak profesional, tidak etis, illegal, tidak diterima, atau tidak pantas (Boxho, 2001).Sedangkan liabilitas adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seorang perawat baik aktual maupun potensial. Perawat adalah subyek profesional yang dituntut untuk melaksanakan berbagai tugas dan kewajiban yang diembannya. Ketika ia melaksanakan tugasnya, perawat tidak serta merta melaksanakan kewajibannya secara otomatis atau kaku. Namun, kadangkala ia perlu mempertimbangkan baik buruknya tindakan secara ilmiah. Proses pertimbangan tersebut tergantung pada situasi dan kondisi yang ada (Wright, 2004).

Keperawatan merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan profesional yang ditujukan kepada klien baik dalam keadaan sehat maupun sakit melalui kiat-kiat keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Pelayanan keperawatan yang diberikan oleh seorang perawat sangat mempengaruhi mutu asuhan keperawatan yang akan diterima oleh klien. Oleh karena itu untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas maka perawat perlu berorientasi pada outcome klien yang lebih baik (Bellato & Pereira, 2004; Nicklin, 2003).
Kondisi tersebut dapat tercapai apabila tercipta lingkungan kerja perawat yang berkualitas. Canadian Nursing Association (CNA) membuat suatu model lingkungan praktik profesional yang berkualitas.
CNA mengidentifikasikan enam kondisi tempat kerja yang sehat, yaitu
(1) kontrol beban kerja,
(2) kepemimpinan dalam keperawatan,
(3) kontrol kualitas pelayanan,
(4) dukungan dan penghargaan,
(5) pengembangan profesi, serta
(6) inovasi dan kreatifitas (CNA, 2003).

Lingkungan praktik profesional yang berkualitas merupakan nilai sentral pada praktik keperawatan yang etis dan memainkan peran yang penting dalam menurunkan situasi berbahaya yang disebabkan oleh ethical distress dan moral residue. Maksudnya, apabila perawat memiliki autonomi, dukungan dan kesempatan untuk mengembangkan profesionalitasnya, maka hal tersebut akan menghilangkan celah antara praktik yang etis dan penurunan ethical distress.
Salah satu permasalahan yang sering muncul di suatu rumah sakit adalah beban kerja perawat yang tidak seimbang. Walaupun seringkali menejer sulit untuk mengetahui kualitas beban kerja tersebut karena lebih mendasarkan pada keluhan-keluhan yang bersifat subyektif (Ilyas, 2004).

Biasanya situasi tersebut diawali dari tahap perencanaan kebutuhan tenaga perawat yang tidak sesuai dengan kapasitas kerja suatu institusi pelayanan. Hal ini sangat berisiko bagi kualitas pelayanan yang diberikan oleh perawat karena apabila beban kerja tinggi maka ketelitian dan keamanan kerja menjadi menurun (Ferguson-Paré, 2004). Affonso et al. (2003) mengingatkan bahwa beban kerja perawat memiliki hubungan yang signifikan terhadap keamanan pasien. Pasien dan lingkungan kerja yang aman akan meningkatkan outcome pasien (Nicklin et al., 2004).
Kepemimpinan dalam keperawatan menuntut seorang perawat agar memiliki peran sebagai pemimpin formal atau informal dimana ia dikenal memiliki keahlian dalam praktik keperawatan, memberikan asuhan keperawatan prima, dipercaya oleh rekan sejawat dan memberikan harapan bagi yang lainnya, serta dapat menjelaskan visi dan misinya sebagai tenaga keperawatan (Donner & Wheeler, 2004). Perawat yang memiliki kepemimpinan juga harus dapat mengkondisikan lingkungan kerja yang kondusif dan dinamis serta merencanakan pengembangan karier perawat yang jelas dengan cara aktif memberikan dukungan untuk pengembangan diri perawat. Seorang pemimpin juga harus dapat memotivasi perawat menjadi pekerja yang ulet, dan mempunyai pandangan ke depan sehingga meningkatkan profesionalisme mereka. Dalam perkembangan sistem kesehatan yang progresif, investasi pada pengembangan kepemimpinan akan memberikan hasil (return) yang signifikan pada pengembangan organisasi yang efektif (Leatt & Porter, 2003).

Menganalogikan konsep yang dijelaskan oleh Sallis (1996), bahwa kontrol kualitas pelayanan merupakan upaya untuk mendeteksi dan mengurangi komponen atau hasil pelayanan keperawatan yang tidak sesuai dengan standar. Kontrol kualitas pelayanan biasanya dilakukan atau disupervisi oleh perawat menejer terhadap kinerja perawat bawahannya. Standar pelayanan keperawatan didasarkan pada hasil riset keperawatan. Praktik keperawatan yang berdasarkan fakta empiris (evidence based nursing) bertujuan untuk memberikan cara menurut fakta terbaik dari riset yang diaplikasikan secara hati-hati dan bijaksana dalam tindakan deteksi dini, preventif, maupun asuhan keperawatan (Cullum, 2001).
Menerapkan hasil penelitian dalam pelayanan kesehatan adalah upaya signifikan dalam memperbaiki pelayanan kesehatan yang berorientasi pada efektifitas pembiayaan (cost effectiveness). Meningkatkan kegiatan riset keperawatan dan menerapkan hasilnya dalam praktik keperawatan merupakan kebutuhan mendesak untuk membangun praktik keperawatan yang lebih efektif dan efisien. Menurut sebuah studi terhadap berbagai laporan penelitian keperawatan (meta-analysis) yang dilakukan oleh Heater, Beckker, dan Olson (1988), menjumpai bahwa pasien yang mendapatkan intervensi keperawatan bersumber dari riset memiliki out come yang lebih baik bila dibandingkan dengan pasien yang hanya mendapatkan intervensi standar.

Sistem dukungan dan penghargaan bagi perawat akan memberikan pengaruh yang cukup baik bagi kinerja perawat. Lingkungan kerja yang lebih memprioritaskan pada budaya penghargaan (reward) akan lebih baik menghasilkan perubahan perilaku perawat bila dibandingkan budaya hukuman (punishment) (The Office of Minority Health, 2000). Secara psikologis lingkungan kerja yang memuaskan akan meningkatkan kinerja perawat sehingga akan meningkatkan outcome pasien (Rogers, 2000).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Laschinger et al. (2001), apabila perawat tidak mendapatkan kesempatkan untuk mengembangkan karier dirinya maka akan berpengaruh terhadap keinginan perawat untuk melakukan tindakan yang positif di masa mendatang. Pada bagian lain, ia pun mengingatkan apabila lingkungan kerja perawat tidak menjanjikan dalam jangka panjang akan terjadi penurunan kualitas kerja, tidak puas terhadap pekerjaan, kesehatan fisik dan mental yang melemah. Dalam sistem pelayanan kesehatan, kinerja perawat merupakan faktor utama dalam pencapaian outcome pasien yang positif.
Keinginan untuk berinovasi dan berkreativitas para perawat merupakan aktualisasi diri dari keinginan untuk berkembang (need of achievement).

Orang-orang yang seperti itulah yang diharapkan oleh profesi keperawatan sebagai change agent. Teori perubahan yang disampaikan oleh Kurt Lewin memberikan penjelasan bahwa perubahan terjadi melalui dua mekanisme, yaitu :
(1) mengurangi hambatan (barriers) dan
(2) meningkatkan dukungan (Schein, 1997).

Oleh karena itu, menejer keperawatan perlu mengkondisikan lingkungannya agar kondusif bagi perawat untuk mengekspresikan inovasi dan kreativitasnya melalui riset keperawatan. Menurut Rogers (1995) dalam Hebert (2000), langkah strategis upaya adopsi inovasi dalam rangka peningkatan standar praktik keperawatan adalah meningkatkan kesempatan pelatihan dan pendidikan berkelanjutan (continuing education) bagi para perawat.

Sebagai seorang menejer, perawat spesialis hendaknya selalu menjalankan fungsinya dengan baik agar terhindar dari permasalahan etik dan hukum. Sebagai langkah strategis untuk menghindarkan diri dari permasalah tersebut adalah meningkatkan akuntabilitas, liabilitas, dan mengkondisikan lingkungan kerjanya berorientasi pada outcome pasien yang positif (Boxho, 2001).
Canadian Nurses Association mengidentifikasikan enam kondisi tempat kerja agar tercapai outcome pasien yang positif, yaitu
(1) kontrol beban kerja,
(2) kepemimpinan dalam keperawatan,
(3) kontrol kualitas pelayanan,
(4) dukungan dan penghargaan,
(5) pengembangan profesi, serta
(6) inovasi dan kreatifitas (CNA, 2003).

Jumat, 08 Januari 2010

cinta

pertama kali q kenal cinta semenjak kelas 1 SMA, dimana q menunggu dah hampir 2 tahun hingga sekarang ini kami menjalani hidup masing-masing tanpa komunikasi apa pun nyapa juga gak.......cinta ke2 dimana q kenal ini pada waktu masuk kuliah....sebenarnya q suka ama dia dah lama tapi hati tidak pernah berkata apa pun untuk mengukapkan kesedihan hati pada ujung akhir q menemukan seseorang dimana dia masih muda banget bagi q....itu berjalan gak terlalu lama hanya berkisar 3 bulan saja......hingga sekarang ini kita berjalan kehidupan semula sebelum kita kenal....pada akhirnya q hanya berharap pada cinta yang ke 2......

dalam cerita yang q tulis q hanya menyimpulkan saja......
cinta memang buta...
cinta memang sakit....
cinta memang bahagia....
tapi q tidak mengenal kata cinta dalam hidup q....q hanya ingin tau tentang kaa sayang......

Kamis, 07 Januari 2010

REFLEK PADA BAYI


Bayi dilahirkan dengan berbagai kemampuan untuk bertahan hidup yang menakjubkan sebelum ia dapat melakukan semaua aktivitasnya secara mandiri. Kemampuan-kemampuan itu tak lain adalah yang disebut reflek.

Reflek merupakan respon alami yang dimiliki bayi sehingga bayi dapat bertahan hidup diluar kandungan. Kebanyakan reflek yang diperlihatkan oleh bayi ketika lahir dengan sendirinya akan hilang dalam beberapa bulan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan bayi.

Biasanya pada usia 3-6 bulan bayi sudah dapat melakukan aktivitasnya secara voulenter / sadar (bayi dapat mengontrol gerakannya). Pada usia inilah sebagian besar reflek yang dimiliki bayi sudah menghilang.

Berikut beberapa reflek bayi pada bayi normal :


Rooting Reflex / Search Reflex

Reflek ini dapat dimunculkan dengan cara mengusap pipi bayi dengan lembut. Bayi akan memalingkan wajahnya ke arah sentuhan dan kemudian membuka mulutnya untuk makan. Hilang pada usia 4 bulan.


Sucking Reflex

Merupakan kemampuan dasar bayi untuk bertahan hidup. Reflek ini menjamin bayi mendapatkan makanan hingga ia dapat secara voulenter / sadar mampu menghisap. Reflek ini dapat dimunculkan dengan menyentuh bibir bayi. Bayi menghisap benda yang menyentuh bibir dengan kuat. Kemampuan untuk menghisap / sucking secara sadar muncul saat usia 2 bulan.


Gag Reflex

Reflek ini akan terlihat saat bayi merasakan jenis makanan yang baru. Meskipun reflek ini menghambat pemberian makanan, tapi reflek ini melindungi bayi agar ia tidak tersedak sampai bayi belajar mengunyah dan menelan.

Righting Reflex

Posisikan bayi tengkurap, beberapa saat kemudian ia akan mengangkat kepalanya untuk membebaskan hidung dan mulutnya agar dapat bernafas.


Palmar Grasp / Grasping Reflex

Reflek menggenggam ini dapat dimunculkan dengan meletakkan benda / jari anda di telapak tangan bayi. Bayi akan menggenggam jari anda secara kuat. Hilang pada usia 6 bulan.


Babinski Reflex

Gores telapak kaki bayi, maka jari-jari kaki akan membuka. Hilang di usia 4 bulan.


Moro Reflex / Startle Reflex

Refeks ini muncul apabila bayi merasa jatuh atau dikejutkan oleh suara yang keras. Bayi akan membuka kedua lengan dan tungkainya dan kepalanya bergerak ke belakang. Kebanyakan bayi akan menangis terlebih dahulu saat dikejutkan. Reflek Moro ini hilang saat bayi berusia 6 bulan.


Tonic Neck Reflex / Fencing Reflex

Telentangkan bayi dan beberapa waktu kemudian ia akan menunjukkan “fencer’s pose “ (seperti pemain anggar). Lengan dan tungkainya yang sehadap dengan wajahnya direntangkan. Sedangakan lengan dan tungkai yang lain ditekuk. Hilang saat usia 4 bulan.


Crawling Reflex

Letakkan bayi tengkurap diatas perutnya. Ia akan bereaksi dengan menggerakkan tungkainya seperti sedang mencoba untuk merangkak. Hilang ketika bayi berusia 2 bulan.


Stepping Reflex

Pegangi bayi di ketiak / di bawah lengannya. Biarkan jari-jari kakinya menyentuh lantai. Ia akan mengangkat kakinya seperti saat melangkah. Hilang pada usia 3 bulan.


Galant Reflex

Reflek ini terlihat saat punggung tengah atau punggung bawah bayi dibagian kanan atau kiri tulang punggung diusap. Tubuh bayi akan melengkung ke sisi yang diusap.


Crossed Extensor Reflex

Reflek ini dapat dimunculkan dengan meluruskan salah satu tungkai bayi, maka tungkai yang lain (yang tadinya lurus) akan menekuk (lututnya). Cara lain adalah dengan mengetuk paha bagian dalam salah satu tungkai bayi, maka tungkai yang lain akan bergerak ke dalam (mendekati tungkai yang diketuk). Hilang pada usia 1 atau 2 bulan.


Flexor Withdrawal Reflex

Reflek ini dapat dimunculkan dengan menggores / menyentuh telapak kaki tungkai bayi yang lurus, maka tungkai tersebut akan menekuk. Hilang pada usia 1 atau 2 bulan.


Extensor Thrust Reflex

Dapat dimunculkan dengan menggores / menyentuh telapak kaki tungkai bayi yang menekuk, maka tungkai tersebut akan menjadi lurus. Hilang pada usia 1 atau 2 bulan.


Tonic Labyrinthine

Pada posisi telentang, reflek ini dapat diamati dengan menggangkat tungkai bayi beberapa saat lalu dilepaskan. Tungkai yang diangkat akan bertahan sesaat, kemudian jatuh. Hilang pada usia 6 bulan.


Protective Extension Reaction

Reflek ini berupa gerakan yang bertujuan melindungi kepala dari cedera saat jatuh.

STATUS KOGNITIF

Definisi
Gangguan fungsi kognitif yang terjadi pada lansia akan membuat lansia mengalami gangguan fungsi berfikir dan fungsi mengingat.
Gangguan lain yang juga sering dihadapi lansia adalah gangguan dalam melakukan kegiatan tertentu (apraksia) dan gangguan orientasi. Pada tahapan ini pasien bahkan akan lupa dengan rumah dan bahkan kamar tidurnya sendiri.
PENGKAJIAN STATUS KOGNITIF
TUJUAN
Pengkajian status kognitif pada lansia digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat kerusakan intelektual/kognitif dengan mengetes orientasi, memori dalam hubungannya dengan kemampuan perawatan diri, memori jauh dan kemampuan matematis.
PENGKAJIAN STATUS KOGNITIF DENGAN SPMSQ
Petunjuk :
Ajukan pertanyaan 1-10 dan catat semua jawaban, ajukan pertanyaan : 4A jika klien tidak memiliki telepon. Catat jumlah kesalahan total dari 10 pertanyaan.
+
-
Pertanyaan
Jawaban


1.       Tanggal berapa hari ini?(hari,tgl,thn)



2.       Hari apa sekarang



3.       Apa nama tempat ini



4.       Berapa nomor telepon anda



5.       Dimana alamat anda



6.       Berapa umur anda



7.       Kapan anda lahir



8.       Siapa presiden anda sekarang



9.       Siapa presiden sebelumnya



10.   Siapa nama kecil ibu anda


Jumlah kesalahan total ............................
Penilaian :
Kesalahan 0-2    : fungsi intelektual utuh
Kesalahan 3-4    : kerusakan intelektual ringan
Kesalahan 5-7    : kerusakan intelektual sedang
Kesalahan 8-10  : kerusakan intelektual berat


PENGKAJIAN STATUS KOGNITIF LANSIA DENGAN MMSE
Pengkajian ini mengidenfikasi aspek kognitif dari fungsi mental dengan menggunakan MMSE (Mini Mental Status Exam) :
-          Orientasi
-          Registrasi
-          Perhatian
-          Kalkulasi
-          Mengingat kembali
-          Bahasa

NO
ASPEK KOGNITIF
NILAI MAKS
NILAI KLIEN
KRITERIA
1
Orientasi
5

Menyebut dengan benar:
-          Tahun
-          Musim
-          Tanggal
-          Hari
-          Bulan

Orientasi
5

Dimana kta sekarang berada?
-          Negara indonesia
-          Provinsi jawa barat
-          Kota ..............
-          PSTW ............
-          Wisma ..........
2
Registrasi
3

Sebutkan nama 3 obyek (oleh pemeriksa) detik untuk mengatakan masing-masing obyek. Kemudian tanyakan kepada klien ketiga obyek tadi (untuk disebut).
-          Obyek .....................
-          Obyek .....................
-          Obyek .....................
3
Perhatian dan kalkulasi
5

Minta klien untuk memulai dari angka 100 kemudian dikurangi 7 sampai 5 kali/tingkat.
-          93
-          86
-          79
-          72
-          65
4
Mengingat
3

Minta klien untuk mengulang ketiga oyek pada no. 2 (registrasi) tadi. Bila benar, 1 point untuk masing-masing obyek.
5
Bahasa
9

Tunjukan pada klien suatu benda dan tanyakan namanya pada klien.
-          (misal jam tangan)
-          (misal pensil)

Minta klien untuk mengulang kata berikut: “tak ada jika dan tetapi”. Bila benar nilai 1 point.
-          Pertanyaan benar 2 buah: tak ada dan tetapi.

Minta klien untuk mengikuti perintah berikut yang terdiri dari 3 langkah: “ambil kertas ditangan anda, lipat dua dan taruh di lantai”
-          Ambil kertas ditangan anda
-          Lipat dua
-          Taruh dilantai

Perintah pada klien untuk hal berikut (bila aktivitas sesuai perintah nilai 1 point)
-          “tutup mata anda”

Perintahkan pada klien untuk menulis satu kalimat dan menyalin gambar.
-          Tulis satu kalimat
-          Menyalin gambar
TOTAL




Interprestasi hasil :
>32         = aspek kognitif dari fungsi mental baik
18-22     = kerusakan aspek fungsi mental ringan
≤ 17        = terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat


Sabtu, 02 Januari 2010

malam minggu

dimana dimalam minggu gak pernah ngapel cewe masalah kumpul ama temen-temen.....
menyenangkan.......seru........